Assalamu'allaikum....
rizensia - PT Bank Maybank Indonesia, Tbk (BNII) mengumumkan kinerja kuartal III 2022, dimana mampu mencetak laba bersih Rp1,06 triliun atau laba bersih per saham sebesar Rp14,11.
Dalam laporan keuangan konsolidasian untuk sembilan bulan pertama yang berakhir 30 September 2022, tercatat Laba Sebelum Pajak (PBT) sebesar Rp1,48 triliun dan Laba Setelah Pajak dan Kepentingan Non-Pengendali (PATAMI) sebesar Rp1,06 triliun, dikutip dalam keterangan pers, Jum'at (28/10/2022).
Maybank mencatat PBT dan PATAMI yang relatif stabil terhadap periode laporan tahun sebelumnya sehubungan dengan loan yield yang lebih rendah akibat persaingan ketat penyaluran kredit.
Sehingga berimbas kepada pendapatan bunga (interest income) BNII yang menurun. Di lain sisi, BNII mencatat provisi yang lebih rendah disebabkan oleh membaiknya kualitas kredit serta biaya dana (cost of funds), dan biaya overhead yang terkendali.
Seiring dengan menurunnya biaya dana, maka BNII mencatat Marjin Bunga Bersih (Net Interest Margin/NIM) menguat 2 basis poin menjadi 4,8% pada September 2022.
Sementara itu, BNII juga mencatat pendapatan Non-Bunga (Fee-based Income) di luar pendapatan fees Global Market sebesar Rp1,23 triliun yang bersumber dari pada pendapatan fee terkait bisnis pembiayaan dan ritel, serta anak perusahaan.
Untuk fees terkait Global Market mengalami penurunan sebesar 63,7% disebabkan oleh dinamika suku bunga global dan volatilitas pasar yang menyebabkan pendapatan fee-based turun 10,4% year on year (YoY).
Seiring dengan aktivitas perdagangan serta bisnis yang terus bergerak naik pada sembilan bulan pertama 2022 telah mendorong permintaan akan pembiayaan, terutama bagi perusahaan berskala besar dan korporasi, serta ritel sehubungan dengan membaiknya tingkat konsumsi masyarakat.
Ada pun faktor-faktor eksternal tersebut telah berkontribusi kepada total pembiayaan Bank yang tumbuh signifkan sebesar 12,8% menjadi Rp111,45 triliun dari Rp98,78 triliun tahun lalu.
Kredit segmen Global Banking telah mencatat pertumbuhan pesat sebesar 25,0% menjadi Rp45,63 triliun dari Rp36,50 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya guna mendukung berbagai proyek pembangunan dan ekspansi bisnis, di antaranya, sektor infrastruktur, manufaktur, serta perdagangan global.
Untuk kredit segmen Community Financial Services (CFS) terdiri dari kredit Ritel dan Non-ritel tumbuh 5,7% menjadi Rp65,81 triliun dari Rp62,29 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Kredit segmen Retail Small and Medium Enterprises (RSME) tumbuh 5,7% menjadi Rp12,76 triliun dari Rp12,07 triliun.
Sementara, bagi usaha segmen Small and Medium Enterprises dengan segmentasi plafon kredit lebih besar (atau disebut sebagai SME+ oleh Bank) tumbuh 1,3% menjadi Rp5,08 triliun dari Rp5,01 triliun seiring dengan aktivitas bisnis dan perdagangan yang kembali normal.
BNII terus melakukan upaya rebalancing terhadap portofolio pembiayaan khususnya segmen non-ritel dengan berfokus pada penyaluran kredit agar kredit tersebut dapat bermanfaat bagi kelangsungan usaha nasabah.
Dengan demikian kredit non-ritel segmen Business Banking mengalami penurunan sebesar 14,9%, di mana hal ini berimbas kepada total kredit segmen CFS Non-ritel yang turun 3,6% YoY.
Sehubungan dengan meningkatnya daya beli masyarakat, total kredit segmen CFS Ritel (konsolidasian) tumbuh 13,8% menjadi Rp37,74 triliun dari Rp33,18 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Bisnis kartu kredit dan Kredit Tanpa Agunan (KTA) tumbuh 12,5% menjadi Rp2,83 triliun dari Rp2,51 triliun, diikuti pembiayaan otomotif anak perusahaan yang tumbuh 20,0% menjadi Rp18,33 triliun dari Rp15,27 triliun.
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) naik 8,2% menjadi Rp16,03 triliun dari Rp14,82 triliun tahun lalu, dan segmen tersebut masih terus menunjukkan pertumbuhan sejak awal 2022.
Total simpanan nasabah tumbuh 5,0% menjadi Rp107,00 triliun dari Rp101,88 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
CASA BNII tumbuh 21,6% didukung Giro yang tumbuh 33,9% menjadi Rp32,44 triliun dari Rp24,24 triliun sementara Tabungan naik 7,6% menjadi Rp22,93 triliun dari Rp21,31 triliun tahun lalu.
Simpanan berjangka (time deposits) turun 8,4% menjadi Rp51,63 triliun dari Rp56,34 triliun tahun lalu.
Hal ini sejalan dengan strategi Bank untuk terus memperkuat likuiditas melalui simpanan berbiaya rendah, dan mengandalkan layanan digital untuk menghimpun simpanan nasabah.
Alhasil, rasio CASA BNII terus membaik dan tercatat menguat sebesar 51,8% pada September 2022 dari 44,7% pada September 2021.
Di tengah prospek ekonomi yang membaik, Bank mencatat penurunan beban provisi sebesar 23,1% menjadi Rp818 miliar didukung upaya Bank dalam melakukan restrukturisasi, khususnya pada kredit nasabah yang terdampak pandemi.
Bank mencatat rasio Non Performing Loan (NPL) konsolidasi membaik menjadi 3,5% (gross) dan 2,5% (net) pada September 2022 dari 4,6% (gross) dan 2,9% (net) pada September 2021, dan 3,7% (gross) and 2,6% (net) pada Desember 2021.
Serta penurunan saldo NPL sebesar 16,3% Y-o-Y. Bank terus menerapkan prinsip kehati-hatian serta menerapkan risk posture yang konservatif.
Di tengah kegiatan bisnis yang terus berangsur normal, Bank mencatat biaya overhead tetap terkendali sebesar Rp4,33 triliun.
Bank tetap disiplin dalam menerapkan kebijakan pengelolaan biaya secara berkelanjutan di seluruh organisasi maupun di dalam kegiatan usahanya, agar setiap biaya yang dikeluarkan dapat meningkatkan pendapatan Bank.
Posisi likuiditas Bank tetap kuat dengan rasio Kredit terhadap Simpanan/Loan to Deposit Ratio (LDR Bank saja) berada di posisi yang sehat pada level 90,2%.
Sementara, Rasio Kewajiban Pemenuhan Kecukupan Likuiditas/Liquidity Coverage Ratio (LCR Bank saja) tercatat 176,9% pada September 2022, berada di atas tingkat minimum yang diwajibkan regulator yakni sebesar 100%.
Rasio Kecukupan Modal/Capital Adequacy Ratio (CAR) tetap kuat sebesar 24,7% pada September 2022, dengan total modal Bank sebesar Rp28,02 triliun pada September 2022.