rizensia - Pada tanggal 15 Juni 2020, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan Indonesia kembali merilis Obligasi Negara Ritel (ORI) 017. Dalam penawaran kali ini pemerintah memasang kupon (imbal hasil tetap) sebesar 6,40%, karena ini untuk investor personal maka minimal pembeliannya pun sangat terjangkau sebesar Rp 1 juta dan maksimal sebesar Rp 5 miliar. Waktu tenor dari ORI017 yakni selama 3 tahun dan dapat diperjual belikan ke sesama investor domestik.
Pemerintah memang selama ini demi memenuhi kebutuhan pembiayaan belanja negara, harus mencari sumber pendanaan lain salah satunya dengan menerbitkan surat utang negara (SUN) atau obligasi. Cara seperti ini sering terjadi bahkan tak hanya pemerintah, pihak swasta (korporasi) pun sering melakukan penerbitan obligasi seperti ini.
Dalam menerbitkan surat utang, Pemerintah Indonesia dan pihak korporasi terkadang menerbitkan dua macam obligasi yaitu Obigasi Konvensional dan Syariah (Sukuk). Lalu, apa perbedaan mendasar dari kedua obligasi ini? Yuk kita bahas!
Berikut ini kami bagikan informasinya :
Indikator |
Konvensional |
Sukuk |
Penerbit |
Korporasi dan Negara |
Korporasi dan Negara |
Objek dasar penerbitan (underlying asset) |
Tidak perlu |
Harus ada |
Sifat instrumen |
Instrumen pengakuan utang |
Sertifikat kepemilikan/penyertaan aset |
Penghasilan |
Bunga/kupon, capital gain |
Imbal atau bagi hasil |
Jangka waktu |
Menengah dan panjang (lebih dari 5 tahun) |
“Pendek dan menengah (1-3 Tahun)” |
Pihak yang terkait |
Obligator/penerbit dan investor |
Obligator, perusahaan khusus penerbit sukuk (SPV), awali amanat (trustee), dan investor |
Rata-rata imbal hasil |
6,80 persen (ORI017) |
6,75 persen (ST006) |
Pembayaran pokok |
Sesuai jatuh tempo |
Sesuai jatuh tempo |
Penggunaan hasil penerbitan |
Bebas |
Harus sesuai syariah |
Jadi bagaimana? sudah paham mengenai perbedaan antara obligasi konvensional dan syariah (sukuk)? semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda.