6 Rasio Keuangan Yang Penting Dalam Analisis Fundamental | Part 2

Dalam analisis fundamental kita akan mempelajari laporan keuangan dari perusahaan yang akan kita investasi, akan tetapi hanya ada beberapa rasio saja yang sangat penting untuk dijadikan sebagai acuan untuk berinvestasi.
Ilustrasi via Google Image


Assalamu'allaikum.....

Rizensia.com - Dalam analisis fundamental kita akan mempelajari laporan keuangan dari perusahaan yang akan kita investasi, akan tetapi hanya ada beberapa rasio saja yang sangat penting untuk dijadikan sebagai acuan untuk berinvestasi.

Baca juga : KHUSUS PEMULA : Mengenal Analisis Fundamental Dalam Investasi Saham | Part 1

Setidaknya ada 6 rasio keuangan penting dalam analisis fundamental yang sering dijadikan oleh para analis fundamental dalam memilih saham. Dengan mengetahui 6 rasio keuangan ini kita bisa mengetahui nilai wajar (fair price) alias nilai intrisik sebuah saham.

Sebenarnya dari ke 6 rasio ini telah disediakan oleh pihak sekuritas dan datanya selalu diperbarui setiap perusahaan melaporkan kinerjanya setiap kuartal tahun. Berikut kami bagikan, baca terus artikel ini ya.

1. EPS (Earning Per Share)

Rasio pertama yang Rizensia perkenalkan adalah EPS, atau kepanjangan dari Earning Per Share yang berarti laba bersih per lembar saham. Sebagai contoh jika EPS sebuah perusahaan bernilai Rp 100, itu artinya setiap lembar saham menghasilkan laba sebesar Rp. 100.

Cara menghitung EPS yaitu jumlah laba bersih dibagi dengan jumlah lembar saham yang beredar. 

Rumusnya :

EPS = Laba bersih : Jumlah Lembar Saham

Dari EPS ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa, kita harus mencari perusahaan yang memiliki EPS yang bertumbuh dari waktu ke waktu (trend positif). Dengan EPS yang terus meningkat menandahkan bahwa perusahaan terus bertumbuh kinerjanya.

Hal ini mungkin di akbiatkan oleh penjualan dan labanya meningkat. Jika EPS menurun mungkin kinerja perusahaan lagi menurun.

2. PER (Price to Earning Ratio)

Rasio kedua adalah PER atau Price to Earning Ratio. Rasio ini menggambarkan keuntungan sebuah perusahaan dibandingkan harga sahamnya.

Rumusnya :

 PER = Harga Saham : Laba per Lembar Saham (EPS)

Dalam berinvestasi saham tentu kita memerlukan yang namanya balik modal. Nah, pada PER inilah kita bisa menghitung waktu yang kita butuhkan untuk balik modal setelah kita investasikan. Contohnya seperti saham seharga Rp. 100 dengan EPS sebesar Rp. 20 per tahun, maka saham tersebut memiliki PER sebesar 5x.

Artinya jika perusahaan tidak bertumbuh atau menyusut, alias tetap Rp. 20 per tahun, maka kita membutuhkan waktu 5 tahun untuk kembali modal. Ada 2 metode menghitung PER:

  • Trailing PER, yaitu PER yang dihitung berdasarkan EPS tahun lalu.
  • Forward PER, yaitu PER yang dihitung berdasarkan EPS estimasi di masa mendatang.

Sebuah perusahaan sahamnya di anggap murah bila PER-nya lebih rendah dari pada PER rata-rata didalam industri sejenisnya. contohnya seperti saham perbankan, dimana dari saham Bank yang kita memiliki punya PER dibawah rata-rata PER di industri Perbankan, maka saham Bank tersebut akan dianggap murah.

Untuk mengetahui PER yang saham yang mahal dan tidak, kita bisa melakukan rata-rata dimana dengan menjumlah PER perbankan, lalu dibagi dengan jumlah bank.

3. PBV (Price to Book Value)

Rasio selanjutnya adalah Price to Book Value, rasio ini menggambarkan seberapa besar pasar menilai harga saham perusahaan dibandingkan kekayaan bersihnya.

Rumusnya :


PBV = Harga Saham : Nilai Buku per Lembar Saham (BV)

Misalkan PBV perusahaan sebesar 2x, artinya harga saham sudah tumbuh sebesar dua kali lipat dibandingkan kekayaan bersih perusahaan itu. Umumnya investor disarankan untuk mencari saham dengan PBV yang lebih rendah dari pada rata-rata PBV industri.

PBV yang tinggi bisa jadi disebabkan oleh pasar yang telah menghargai tinggi suatu saham. PBV rendah sering dijadikan indikator mencari saham yang murah atau Undervalued. Kalau kata pak Lo Keng Hong yakni perusahaan yang memiliki Fundamental baik, tapi harga sahamnya salah dinilai pasar (Salah Harga).


4. ROE (Retrun On Equity)

ROE adalah rasio selanjutnya yang menjadi indikator investor dalam memilih saham, Rasio ini perolehan laba bersih yang dibukukan perusahaan dibandingkan dengan total kekayaan bersih yang dimiliki oleh perusahaan. Rumus untuk menghitung ROE adalah:

ROE = Laba Bersih : Kekayaan Bersih

Misalnya, ROE sebuah perusahaan sebesar 10% berarti setiap Rp. 100 kekayaan bersih perusahaan yang ditanamkan oleh pemodal dapat memberikan kontribusi laba bersih sebesar Rp. 10. ROE merupakan indikator seberapa efisien sebuah perusahaan dijalankan.

Pertanyaannya, bagaimana cara menilai ROE? Apakah misalnya ROE sebesar 20% itu bagus atau tidak? Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk menilai ROE, yaitu:

  1. Bandingkan dengan ROE perusahaan sejenis dalam industri yang sama, atau bisa juga membandingkan dengan rata-rata ROE industri.
  2. Bandingkan ROE perusahaan dari waktu ke waktu (melihat trend-nya), apakah cenderung naik atau turun.

5. Dividen Yield

Rasio kelima adalah Dividend Yield, yaitu rasio yang menggambarkan seberapa besar pembagian dividen yang dibagikan oleh perusahaan terhadap harga sahamnya di pasar.

Rumus untuk menghitung Dividend Yield adalah:

DY = Dividend per Lembar Saham : Harga Saham

Sebagai contoh, sebuah perusahaan membagikan dividen per lembar saham sejumlah Rp. 100, dan harga saham saat ini sebesar Rp. 1.000, maka dividend yield-nya adalah sebesar 10%.

Dari DY kita bisa mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kestabilan laba bersih. Dan jika DYnya terus bertumbuh tiap tahunnya maka itu menjadi hal yang baik, disarankan memilih perushaaan yang memiliki DY minimal sebesar 3%.

Terkadang juga ada perusahaan yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia pelit dalam membagikan Dividen, akan tetapi menjanjikan capital gain kepada para investor.

6. DER (Debt to Equity Ratio)

Debt to Equity Ratio yakni rasio yang menghitung jumlah hutang dan kewajiban yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan modal bersihnya.

Rumusnya :

DER = Total Kewajiban (Hutang) : Kekayaan Bersih (Modal Sendiri)

Bila DER < 1, maka ini menandakan bahwa perusahaan memiliki hutang lebih sedikit dibandingkan modal bersihnya. Sedangkan DER >1, menandakan bahwa perusahaan memiliki risiko keuangan yang besar. Secara umum, investor disarankan untuk mencari saham yang memiliki DER tidak lebih dari 1.


Itulah ke 6 rasio keuangan yang penting dalam analisis fundamental, semoga artikel ini bermanfaat.

Refrensi : https://www.finansialku.com/analisis-fundamental-dan-rasio-keuangan/

***

Email: [email protected]
WA: 089657444900
Kami hadir di GOOGLE NEWS

Posting Komentar

Berikan komentar terbaikmu!
© 2015 - rizensia| All rights reserved.
Sahabat Investasi Kamu!