Wajib Baca: Menabung Dalam Islam Tidak Mengurangi Kesalehan Seseorang

Karena kisah ayah dua anak yatim tersebut, menyimpan emas batangan untuk anaknya kelak, tapi ia tetap saleh
Ilustrasi Menabung. Foto via liputan 6

 Assalamu'allaikum.....

rizensia - Selama ini ummat islam sering dibenturkan dengan anggapan ketika keinginan agar bisa hidup mapan dan terjamin mendorong orang untuk memiliki simpanan harta, dengan cara menabung, investasi, atau kepemilikan harta lain demi masa depan akan menghilangkan kesalehan seseorang.

Kemudian, tak jarang kita temui ada orang yang secara sengaja menghindarkan orientasi ekonomi dalam kehidupan. Tujuannya, agar bisa hidup zuhud (tidak terlalu dekat dengan keserakahan dan nafsu duniawi). Tapi, ada juga orang yang hidup zuhud secara keterlaluan. Bahkan, sampai kerap menuding, seolah-olah menabung harta adalah perbuatan serakah, bahkan dosa.

Akan tetapi, hal ini berbedah dengan KH. Bahauddin Nursalim (Gus Baha), ia menganggap menabung harta itu sah-sah saja, bahkan baik jika digunakan demi kemaslahatan dan membentengi agama.

Hidup zuhud bukan berarti tidak mempertimbangkan harta dunia sama sekali. Apalagi jikalau tujuan menabung agar kelak anak tidak meminta-minta, bahkan demi membentengi agama. Ini pernah terjadi dan dibela langsung oleh Nabi Khidir. 

Gus Baha dalam ceramahnya mengisahkan sebuah cerita yang diambil dari ayat surat Al-Kahfi, dimana ketika Nabi Musa AS protes atas perbuatan ganjil yang dilakukan oleh Nabi Khidir AS. Kisahnya sebagai berikut:

Kisah Nabi Khidir Menjaga Harta Anak Yatim

Di sebuah desa yang berisi orang-orang zalim. Ada dua anak kecil, putra dari orang sholeh yang telah meninggal. Nah, semasa hidup sang ayah menyimpan emas batangan yang dia sembunyikan di dalam tembok rumah.

Lalu, seiring waktu, tembok tersebut hampir rubuh. Jika seandainya tembok itu rubuh, maka emas batangan itu akan diketahui oleh orang-orang zalim, karena mereka akan mengambil hak dari anak yatim tersebut. Maka ketika melihat tembok yang hampir rubuh itu, Nabi Khidir AS membangunnya kembali.

Melihat keanehan dari Nabi Khidir, Nabi Musa kemudian memprotesnya. "Kenapa tembok yang hampir rubuh itu kau bangun lagi? Sementara penduduk sekitar sini itu zalim.

Kemudian Nabi Khidir menjawab pertannyan tersebut, sebagaimana tertera dalam surat Al-Kahfi ayat 82:

“Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya."

Menabung Tidak Mengurangi Kesalehan

Dari kisah dalam surat Al-Kahfi ini cukup jelas. Bahwasanya ada orang yang saleh yang menyimpan emas batangan dengan cara disembunyikan di dalam tembok, tujuannya sebagai tabungan masa depan dan demi keberlangsunga kesalehan sang anak. Ayah mereka menyimpan emas batangan dalam jumlah yang banyak di dalam tembok demi anaknya, di ayat ini mereka tetap disifati oleh Allah SWT sebagai orang yang saleh.

Dari kisah ini Gus Baha memberikan penegasan: Bahwa kisah ini penegasannya adalah menabung tidak berarti mengurangi kesalehan. Karena kisah ayah dua anak yatim tersebut, menyimpan emas batangan untuk anaknya kelak, tapi ia tetap saleh. “Tapi logikanya jangan dibalik ya, kalau tidak menabung berarti tidak shaleh, bukan begitu maksudnya. Tapi orang yang menyimpan harta demi kehormatan atau keberlangsungan hidup keturunan, itu tidak bertentangan dengan kesalehan.”

Dari pandangan ini juga yang membuat Gus Baha setuju dengan pandangan Ibn Khaldun, bahwa sejak dahulu sebenarnya Nabi-Nabi itu pasti datang dari keluarga terhormat. “Tapi, kata al-Ghazali, sebenarnya terhormat itu bukan berarti maksudnya selalu pemimpin atau raja, tapi terhormat disitu maknanya adalah memiliki harta atau kehormatan (al-mal aw al-jaah) yang bisa membentengi agama dan keyakinannya.”

Kesimpulan

Jadi yang ingin ditegaskan dari kisah Nabi Khidir diatas yaitu menabung untuk menjaga kehormatan agar tidak meminta-minta atau jatuh miskin tidak bertentangan dengan kesalehan. Akan tetapi perlu digaris bawahi, kisah ini justru mengkritik pandangan yang menganjurkan untuk hidup sederhana, namun sampai pada taraf berlebihan sehingga harus bertawakal total sehingga ketika mempunyai uang, terkesan sedang melakukan dosa. "Jadi fatwa seperti itu berlebihan, tidak sadar kalau itu cuma berlaku pada yang berfatwa saja." tambah Gus Baha.

Tapi yang mencintai dunia berlebihan, itu juga tidak baik. "Ya, bagi saya yang penting itu sedang-sedang saja." Tidak berlebihan, tidak juga sampai tidak punya sama sekali. Tutup Gus Baha.

Berikut Video Ceramah Gus Baha "Larangan Menabung itu Omong Kosong [Fatwa Berlebihan!]"


Refrensi: 
  • https://islami.co/gus-baha-menabung-itu-tidak-mengurangi-kesalehan-seseorang/
  • https://bincangsyariah.com/kalam/ditanya-soal-keharaman-menabung-gus-baha-larangan-menabung-adalah-fatwa-omong-kosong/
***

Email: [email protected]
WA: 089657444900
Kami hadir di GOOGLE NEWS

Posting Komentar

Berikan komentar terbaikmu!
© 2015 - rizensia| All rights reserved.
Sahabat Investasi Kamu!